Pertama

Anggia S. Disyanti
1 min readJun 3, 2020

--

Pikiran tengah malam menuju pagi memang liar sekali ya? Bahkan rasa kantuk pun kalah dengan pikiran yang menari-nari di kepala. Semuanya berkumpul seperti berlomba-lomba ingin didengarkan dan dimengerti satu per satu. Seru memang, karena isinya macam-macam, mulai dari yang menyenangkan sekali sampai yang sangat menyedihkan. Tapi gapapa, nikmati aja ya? Mereka pun butuh teman, anggap saja mereka sarana kita untuk tumbuh dewasa, karena tanpa mereka datang ke pikiran kita, mungkin kita nggak akan tau apa-apa. Hampa.

Malam ini aku teringat sesuatu, ternyata pada awal tahun lalu hati kecilku pernah memiliki ingin, ingin memiliki teman yang satu frekuensi denganku, dapat saling bertukar cerita, having a deep late night talks about everything together, dan yang terpenting saling menerima satu sama lain. Saat itu, aku hanya bisa berdoa suara hati kecilku dikabulkan oleh yang Kuasa, entah kapan waktunya, aku harap kapanpun itu, semoga baik untukku, dan pastinya yang punya Kuasa pun ridho.

Diluar dugaan dan tanpa disangka, Allah menjawab doaku begitu kilat. Bahkan pada saat itu aku tidak sadar dan tidak ingat kalau aku pernah berucap seperti itu, karena semuanya kubiarkan mengalir begitu saja. Waktu demi waktu kunikmati setiap detiknya. Kunikmati semuanya sebagai bentuk syukur. Senang, sedih, tawa, tangis, semuanya aku nikmati. Karena itu semua bagian dari perjalanan, perjalanan untuk terus tumbuh, walaupun aku tak tau akan kemana arahnya, akan sampai dimana nanti. Pada akhirnya aku belajar kalau yang erat itu memang tidak selalu harus terikat.

Kita berjalan saja masih, terus berjalan. Meskipun kita tak tau, berapa jauh, jalan ini nanti. — Sisir Tanah

--

--